Omnibus Law Diharapkan Mendorong Reformasi Regulasi Perpajakan

Lorem Website

Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengharapkan substansi omnibus law RUU Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian menjadi terobosan dalam meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak. Sebab, pasca kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty, nyaris tak ada lagi terobosan besar pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.

“Nah, omnibus law RUU Perpajakan sangat strategis agar (draftnya, red) dapat diselesaikan pemerintah dan diserahkan secepatnya ke DPR,” ujar Said Abdullah dalam keterangannya, Rabu (5/2/2020).  

Dia berharap melalui omnibus law RUU Perpajakan dapat memperbaiki kondisi dan iklim investasi di tanah air yang selama ini banyak mengalami hambatan regulasi. “Menilik pemerintahan periode 2014-2019, capaian penerimaan pajak nasional Anggaran Pendapat Belanja Negara (APBN) tak mencapai target,” kata dia. Baca Juga: Masukan Asosiasi Pengusaha untuk Omnibus Law Perpajakan

 

Menurutnya, omnibus law RUU Perpajakan sebagai terobosan diharapkan mampu  mendorong reformasi regulasi di bidang perpajakan. Sekaligus meningkatkan iklim investasi yang ujungnya meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengingatkan nantinya pembahasan omnibus law RUU Perpajakan dilakukan secara teliti, cermat, dan hati-hati.

“Yang pasti, materi muatan omnibus law RUU Perpajakan harus melindungi dunia usaha, khususnya di sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) di berbagai daerah untuk dapat tumbuh dan berkembang sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi nasional,” lanjutnya.   

“Roda perekonomian di tanah air sedang lesu. Dampaknya pertumbuhan ekonomi belum sesuai yang diharapkan.”  

Anggota Badan Anggaran DPR Ratna Juwita Sari meminta RUU Perpajakan semestinya memberi hak istimewa bagi pengusaha domestik. Menurutnya, RUU tersebut harus diperjuangkan sepanjang memuat aturan yang berpihak pada pelaku industri dalam negeri. Sebab, perusahanan nasional belum mampu berdaya saing dengan perusahaan luar negeri.

“Yang ingin saya sampaikan justru di sini adalah bagaimana keberpihakan kita sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) untuk memproteksi pelaku-pelaku industri dalam negeri,” ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani berpandangan dunia usaha umumnya menilai secara substansi omnibus law RUU Perpajakan telah merespon harapan dunia usaha, seperti penurunan tarif PPh badan secara bertahap. Selain itu, dunia usaha berharap pemerintah memperhatikan faktor-faktor nonperpajakan yang menjadi perhatian utama investor. Seperti ketenagakerjaan, perizinan usaha, dan kepastian hukum.

Harapan lain dunia usaha, adanya keseimbangan antara kebijakan perpajakan yang responsif dengan kebijakan nonperpajakan yang tepat sasaran, sehingga dampak yang dihasilkan terasa signifikan. Tak kalah penting, perlu ada rasionalisasi tarif pajak daerah yang diatur pemerintah pusat. “Agar kebijakan pemerintah daerah dapat sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat demi menciptakan kepastian hukum,” tegasnya.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan P Roeslani berpandangan tujuan omnibus law perpajakan sejatinya meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor. Kemudian, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta adanya kepastian hukum dan mendorong minat warga asing bekerja di Indonesia yang dapat melakukan alih keahlian dan serta pengetahuan bagi peningkatan sumber daya manusia Indonesia.

“Tak kalah penting, mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak dan menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan luar negeri,” kata Rosan. 

Kadin, kata Rosan, mendukung penuh pemerintah dalam merumuskan pengaturan omnibus law RUU Perpajakan. Melalui omnibus law perpajakan pemantik bagi Indonesia agar dapat bersaing dari aspek perpajakan dengan negara lain. Menurut Rosa, Kadin bakal mengawal dan memberi masukan dalam perumusan peraturan pemerintah ataupun peraturan menteri keuangan.

Dalam omnibus law perpajakan mengatur tentang pengurangan PPh badan untuk meningkatkan daya saing menjadi 20 persen. Sebab, Indonesia saat ini dalam statutory tax rate PPh badan dengan persentase 25 persen. Melalui pengaturan pengurangan PPh badan setidaknya dapat mendorong dunia usaha untuk lebih berinvestasi lebih banyak.

Menurutnya, reformasi kebijakan perpajakan sangat penting melalui omnibus law dan perlu melanjutkan beberapa hal. Pertama, pajak yang lebih sederhana dan transparan. Kedua, memperluas basis data pajak, mengurangi tarif dan perbedaan tarif. Ketiga, koordinasi kalibrasi pajak pusat dan daerah. Keempat, reformasi administrasi perpajakan.

Selain itu, penyederhanaan regulasi dan perbaikan kelembagaan serta pengaturan pasar tenaga kerja yang lebih kompetitif. Kemudian masih diperlukan reformasi sektor lain secara berkelanjutan tentang perpajakan. “Karena reformasi ini bersifat dinamis, dan masih diperlukan reformasi lainnya secara berkelanjutan,” katanya.

Dipublikasikan : 14 Februari 2020
Bahan & Notulensi